Sunday, March 31, 2024

EWPK DICABUT! Ada Yang Kalang Kabut

 

Oleh Kak Suyatno (Pembina Pramuka)

Berdasarkan Permendikbud Ristek nomor 12 tahun 2024, EWPK dicabut SK-nya. Itu artinya Pendidikan Kepramukaan tidak lagi menjadi ekstrakurikuler  wajib. Namun dalam kurikulum baru, kepramukaan (tanpa kata pendidikan) menjadi ekstrakurikuler krida dengan penanda kata misalnya. Dalam penanda misalnya itu terdapat ekstrakurikuler krida lainnya yakni LDKS, PMR, dan seterusnya. Maksud lainnya kepramukaan sejajar dengan krida yang lainnya yang bersifat pilihan dan sukarela. 

Peniadaan EWPK Itu malah bagus karena memisahkan rumah pelajar dan rumah pramuka. Rumah pelajar diatur permendikbud dan rumah pramuka diatur oleh jukran kwartir. Kepsek menjalankan dua tugas yakni sebagai kepsek dan kamabigus. 

Selama ini, (1) pihak sekolah mengalami karut-marut berpikir dan bertindak dalam menjalankan EWPK, (2) ada tarik menarik antara sekolah dan kwartir terhadap penanganan EWPK, (3) selama 10 tahun sekolah belum mampu menerapkan yang benar dan baik EWPK, (4) pembina pramuka kelelahan menjalankan EWPK padahal EWPK itu tanggung jawab guru (aktualisasi dan blok) dan pembina pramuka (reguler), dan (5) EWPK dianggap rancu dengan pendidikan karakter profil pelajar Pancasila sehingga difokuskan saja ke profil pelajar pancasila. 

Pada mulanya, Indonesia tertarik dengan Pendidikan Kepramukaan (baca bukan Gerakan Pramuka) yang mempunyai prinsip dasar dan metode unik dan khas. Ketertarikan itu mengikuti tren dunia yang juga menggunakan pendidikan kepramukaan dalam kurikulumnya. Korea Selatan, Jepang, Argentina, Perancis, dan negara lainnya menggunakan pendidikan kepramukaan sebagai salah satu pendekatan belajar muridnya.

Ketika EWPK dicabut, pendidikan kepramukaan bagi Indonesia sudah tidak dipakai lagi untuk membantu keterlaksanaan intrakulikulernya.   Kepramukaan ditempatkan sebagai ekstrakurikuler sejajar dengan kelompok krida. 

Terdapat kesalahan besar menempatkan kepramukaan sebagai ekstrakurikuler karena (1) kepramukaan bukan bakat minat tetapi pendidikan nonformal yang terbuka dan bukan hanya untuk yang berbakat dan berminat, (2) kepramukaan memunyai induk pengelola yakni Gerakan Pramuka sehingga ketika menjalankan kepramukaan harus terikat dengan aturan GP, (3) tiap sekolah tidak boleh menyelenggarakan kepramukaan apabila sekolah tersebut tidak mempunyai gugus depan, (4) pengampu kepramukaan haruslah pembina (ijasah KMD dan KML) bukan guru, dan (5) krida kepramukaan dikelola gudep dan bertanggung jawab ke kwartirnya.

Pencabutan EWPK menguntungkan kwartir sekaligus memberikan beban kwartir. Oleh karena itu, gudep harus punya SOP untuk ekstrakurikuler krida kepramukaan. Dari mana SOP itu? Tentu, SOP dibuat oleh kwartir. Selamat membina.


Sumber: Pusat Informasi Pramuka Jawa Timur

Share:

Blog Archive

Recent Posts

Followers